Mulai Maret, Diumumkan Penetapan Lahan Sawah Dilindungi di 33 Provinsi
Pemerintah akan mengumumkan penetapan lahan sawah dilindungi di 33 provinsi secara bertahap mulai Maret 2021. Pengumuman ini berkenaan dengan adanya pengalihfungsian lahan sawah untuk kepentingan umum dan pembangunan proyek strategis nasional (PSN).
Direktur Pengendalian Hak Tanah, Alih Fungsi Lahan, Kepulauan dan Wilayah Tertentu Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN), Asnawati, mengatakan, tahap pertama Maret 2021 akan diumumkan penetapan lahan sawah dilindungi di delapan provinsi.
"Kedelapan provinsi tersebut adalah Bali, Banten, DI Yogjakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, NTB, dan Sumatera Barat," ungkap Asnawati dalam acara PPTR Expo 2021 di Kantor ATR/BPN Jakarta, Senin (22/2).
Pengumuman tahap kedua akan diumumkan penetapan lahan sawah dilindungi selanjutnya di 12 provinsi pada akhir tahun 2021. Keduabelas provinsi tersebut adalah Aceh, Sumatera Utara, Riau, Kepulauan Riau, Jambi, Sumatera Selatan, Kepulauan Bangka Belitung, Lampung, Bengkulu, Kalimantan Barat, Sulawesi Selatan dan Kalimantan Selatan.
Dan terakhir, 13 provinsi lainnya yang ditargetkan akan ditetapkan lahan sawah dilindungi pada tahun 2022 mendatang.
Ketiga belas provinsi tersebut meliputi Kalimantan Selatan, Kalimantan Timur, Kalimantan Utara, Kalimantan Barat, Sulawesi Tenggara, Sulawesi Tengah, Sulawesi Utara, Gorontalo, Nusa Tenggara Timur, Maluku, Maluku Utara, Papua dan Papua Barat.
"Dari tiga tahap ini, diharapkan pada akhir tahun 2022 seluruh 33 provinsi di Indonesia ini telah memiliki daftar lahan sawah dilindungi," tuntas Asnawati.
Diungkapkan, alih fungsi lahan sawah ke nonsawah terus mengalami peningkatan setiap tahunnya. Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional memprediksi Indonesia akan kehilangan 90.000 hektar lahan sawah setiap tahunnya akibat alih fungsi tersebut.
“Saat ini semakin banyak investor yang tertarik untuk mengalihfungsikan lahan sawah sebagai lokasi pembangunan,” ujar Asnawati.
Menurutnya ketertarikan itu dilataribelakangi berbagai alasan, salah satunya ketersediaan air atau sumber air dari sawah yang dapat menunjang dan mendukung investasi pembangunan di lokasi tersebut.
Tak hanya itu, alasan lainnya adalah akses jalan ke lokasi tersebut umumnya sudah banyak terbangun.
Meski demikian Asnawati menegaskan, pengendalian terhadap laju alih fungsi lahan sawah ini mesti terus dilakukan. Salah satunya untuk menjamin produktivitas pangan nasional di Indonesia.
"Alih fungsi lahan sawah yang semakin meningkat telah mengancam ketahanan pangan. Karena itu, untuk mempertahankan dan meningkatkan ketahanan pangan nasional perlu pengendalian alih fungsi lahan sawah," ujar Asnawati.
Perlu diketahui, alih fungsi lahan sawah ke nonsawah setiap tahun rata-rata mencapai 150.000 hektar. Sementara cetak lahan sawah baru hanya mencapai 60.000 hektar per tahun. "Dengan begitu terjadi ketidakseimbangan antara cetak sawah baru dengan alih fungsi lahan sawah ke nonsawah," pungkas Asnawati.****yt